"Ada dua faktor yang menjadi penyebabnya, yakni Faktor lingkungan dan faktor Biologis," kata Psikolog Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Margareta,
Dia menjelaskan, faktor lingkungan misalnya adalah ketika para orangtua ingin mempunyai anak laki-laki namun ternyata lahir perempuan.
Pada saat itu mulai didandani sebagai laki-laki, tak ketinggalan juga dengan pakaian yang menyerupai laki-laki. Ketika si Anak ini menginjak puber, sifat laki-lakinya yang dominan, begitu juga sebaliknya.
Kemudian dari faktor Biologis, seorang anak yang menginjak Puber tidak pernah mengalami prilaku remaja pada umumnya. Seperti, munculnya kelamin sekunder, mimpi basah, hingga Haid. Termasuk, salah belajar dalam pengenalan identitas gender.
Selain faktor itu, yang menjadi dominan adalah pengalaman seksual pertama. Seperti misalnya, ketika ada anak yang menjadi korban sodomi, lebih banyak memiliki prilaku seks yang meyimpang. Artinya, jika si anak tersebut menganggap bahwa ketika disodomi ini menjadi pengalaman yang menyenangkan.
"Meski menjadi korban, sodomi misalnya, proses selanjutnya yang berpengaruh sehingga anak tersebut memiliki prilaku seks yang meyimpang," katanya.
Dia juga mengatakan, solusi penanganannya ketika seseorang sudah terjerumus menjadi penyuka sesama jenis adalah perlu adanya restrukturisasi Biologis.
"Kemudian kepada orangtua juga harus memberikan pemahaman bahwa jika anaknya perempuan adalah orientasinya seperti ini. Dan merawat organ reproduksi secara baik," katanya.
Sumber