Obituari 30 Agustus (K.P.H. Notoprojo)

Diposting oleh Paling cerdas on Kamis, 30 Agustus 2012

Kanjeng Pangeran Haryo (K.P.H.) Notoprojo, juga dikenal sebagai Ki Tjokrowasito, K.R.T. Wasitodipuro, K.R.T. Wasitodiningrat, dan terlahir dengan nama Wasi Jolodoro, lahir di Gunungketur, Paku Alaman, Yogyakarta, Indonesia, 17 Maret 1909 – meninggal di Yogyakarta, Indonesia, 30 Agustus 2007 pada umur 98 tahun – umur 104 menurut Kalender Jawa, adalah seorang empu (tokoh ahli) karawitan dan salah satu seniman gamelan Jawa yang paling dihormati.


K.P.H. Notoprojo(sumber: blogspot.com)

Dia memimpin gamelan Pura Paku Alaman serta gamelan untuk Radio Republik Indonesia Yogyakarta, dan mengajar gamelan di universitas-universitas di seluruh dunia. Ia juga adalah seorang komposer dan pemain rebab terkenal. Ia terkenal dengan karya komposisi gamelannya yang merakyat seperti “Kuwi Opo Kuwi“, “Gugur Gunung” dan “Modernisasi Desa“.
Berbagai penghargaan pernah ia raih termasuk dari UNICEF pada 2002. Pada 9 Maret 2004, ia menerima Penghargaan Nugraha Bhakti Musik Indonesia, sebuah penghargaan karya musik yang hanya diterima sedikit musisi di Indonesia.
Dia mulai belajar gamelan pada usia lima tahun dari ayah legalnya, RW Padmowinangum, yang memimpin gamelan istana. Pendidikan formalnya diperoleh di sekolah menengah Taman Siswa, dan diperkaya oleh studi di istana.
Selain bermain di gamelan Kraton Paku Alaman, ia bermain dengan kelompok-kelompok gamelan ternama lainnya, seperti Daya Pradangga, dan menjabat sebagai direktur musik gamelan di stasiun radio MAVRO (Mataramsche Vereeniging Radio Omroep) dari tahun 1934, Radio Hosokyoku dari 1942-1945 selama pendudukan Jepang di Indonesia, dan RRI Yogyakarta setelah kemerdekaan.
Dia mendapat kesempatan untuk mengajar karawitan di luar negeri sejak tahun 1953, dan bekerja di beberapa negara. Dia mengajar di Konservatori Tari Indonesia dan Akademi Seni Tari Indonesia, dan mendirikan sekolah untuk studi musik vokal, Pusat Olah Vokal Wasitodipuro.
Ia mengambil alih kepemimpinan gamelan Pura Pakualaman dari ayahnya pada tahun 1962. Gaya musik dari gamelan Pura Paku Alaman berbagi unsur-unsur tradisional yang mirip dengan gamelan Kesultanan Yogyakarta, dan dipengaruhi adanya persilangan budaya dengan Kraton Kasunanan di Surakarta / Solo. Notoprojo, setelah residensi yang diperpanjang di Solo, memperkaya proses persilangan musik gamelan ini, mungkin ke titik di mana karakter dan gaya gamelan Pura Paku Alaman bisa terdengar sebagian besar seperti gamelan Solo.
Dia menggubah musik untuk genre baru Sendratari (tari-drama) pada tahun 1960, termasuk pertunjukan pertama yang diselenggarakan di kompleks Candi Lara Jonggrang di Candi Prambanan. Ia bekerja sama dengan koreografer Bagong Kussudiardjo. Dalam lebih dari 250 komposisi musiknya, banyak potongan komposisi gamelan ringan (lagu dolanan) dan karya eksperimental “kreasi baru“, dan juga banyak yang menonjol dalam perbendaharaan komposisi musik gamelan.
Dia menghidupkan kembali beberapa bentuk seni yang hampir mati atau punah dari sejarah Yogyakarta, termasuk wayang gedhog. Banyak dari susunan karya-karya musiknya, serta dua-volume notasi musik vokalnya, diterbitkan oleh American Gamelan Institute (“Institut Gamelan Amerika”).
Ia memimpin orkes gamelan di paviliun perwakilan Indonesia pada New York World’s Fair tahun 1964. Kemudian ia pindah ke Valencia, California pada tahun 1971 dan mengajar di Californian Institute of The Arts (“Institut Seni Kalifornia”) hingga tahun 1992, di samping bekerja di Universitas California, Berkeley, San Jose State University, dan banyak universitas lainnya di Amerika Serikat dan Kanada.
Pada tahun 1992 (umur 83 tahun) ia memutuskan untuk pensiun dan kembali ke Yogyakarta, Indonesia. Rumahnya adalah sebuah tempat tinggal bagi seniman muda, dan juga tempat pertunjukan dan sarasehan beberapa seniman gamelan Jawa terbaik.
Ia meninggal di Yogyakarta pada 30 Agustus 2007, pada usia 104 tahun dalam perhitungan kalender Jawa. Dia berperan penting dalam menyebarkan apresiasi dan pengetahuan tentang gamelan Jawa di seluruh dunia. Menurut Mantle Hood, profesor dan etnomusikologis asal AS, “Sudah diterima bahwa tidak ada orang lain di Indonesia yang telah mendekati kontribusi dari orang ini (Cokrowasito) dalam membantu dunia untuk mengetahui besarnya tradisi gamelan Jawa”.
Sumber : Wikipedia.org, uniknya.com, Agustus 2012

Share this :